Friday, February 20, 2009
Bahasa Nasional Indonesia Dirusak Sinetron

Bahasa yang diucapkan oleh artis-artis sinetron dilayar kaca merusak bahasa nasional Indonesia. Sebab banyak kata yang diucapkan bercampur dengan bahasa asing terutama Inggris.

Hal itu diungkapkan dua mahasiswa Univeristas Gadjah Mada (UGM), Dhinar Arga Dumadi dan Analisa Widyaningrum kepada wartawan di kampus UGM Bulaksumur Yogyakarta, Jumat (12/12/2008).

Dua mahasiswa jurusan Sastra Perancis angkatan 2008 dan Psikologi angkatan 2007 berhasil meraih juara pertama sebagai Duta Bahasa Indonesia tingkas Nasional 2008 yang diikuti wakil generasi muda berusia antara 18-25 tahun itu.

"Salah satu contohnya adalah bahasa yang diucapkan oleh artis Cinta Laura," kata Widyaningrum

Menurut Widya, gaya dan ucapan berbahasa Cinta Laura itu sudah salah. Namun justru banyak masyarakat yang senang dan kemudian menirukannya. Selain bahasa yang campur-campur, ada banyak ungkapan bahasa atau cara tutur kata yang seharusnya tidak ditayangkan dalam acara tersebut.

"Ucapan yang patah-patah dan sengau itu justru banyak orang yang senang kemudian meniru, tapi itu salah dan dapat merusak bahasa kita," ungkap Widya.

Widya dan Dhinar berhasil mengalahkan 25 peserta lain yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Dalam lomba yang digelar 20-27 Oktober itu, keduanya harus melalui berbagai tahapan ujian seperti kemampuan bahasa Indonesia, bahasa asing dan daerah. Mereka juga harus membuatan makalah serta penyajiannya di hadapan dewan juri dari Pusat Bahasa.

Widya menyampaikan makalah judul, 'Bahasa Sinetron Sebagai Pemicu Rusaknya Jati Diri Bangsa.' Dalam makalahnya itu mereka menyoroti dampak dari penggunaan bahasa Indonesia terhadap perilaku/kesopanan dan psikologis bagi masyarakat dan anak pada khususnya.

"Bahasa sinetron kita banyak yang salah digunakan pada tempatnya. Akibatnya masyarakat banyak yang meniru dengan berbagai motif seperti sekedar gaya atau kepingin dikatakan modern," katanya.

Selain itu, ungkapan-ungkapan bahasa dalam sinetron itu banyak pula yang dipraktekkan di masyarakat. Padahal banyak ungkapan-ungkapan bahasa yang cendrung kasar dalam tayangan itu. Efek yang paling parah banyak anak kecil yang menirukannya setelah melihat tayangan itu.

"Hal ini secara psikologis menyebabkan efek negatif bagi anak karena bahasanya yang kasar dan tidak sopan," imbuh Dhinar.
 
posted by sabham at 7:49 AM | Permalink |


0 Comments: